Escape Place

During this PPKM time, my blog become my escape place. I realise that I spend more time doing blog walking again or thinking about write another post, while listening to good musics. Just an old habit that I used to do in my free time before midnight.

It’s a good thing I guess remembering that this never ending “stay at home” phase is quite depressing, it could cause mental break down. And in my case, I become a procrastinator and unproductive.

Whatever.

This is just me getting bored.

BTS Adalah Jalan Ninjaku

Sudah semingguan ini dilanda suntuk berat. Ya, apalagi kalo bukan karena PPKM hingga udah resmi satu bulan menghabiskan waktu di rumah. Keluar rumah kalo ngga kepepet banget.

Karena itu harus pinter-pinter me-manage diri atau melakukan variasi aktifivas di rumah supaya ngga kebosanan. Hiburan wajib setiap hari adalah nonton film, mendengarkan musik, dan berkutat di depan laptop. Nah, khusus untuk dengerin musik biasanya lewat Youtube atau Spotify, disetel dengan speaker supaya mantab sensasinya.

Udah dari kapan tahun aku tuh ngefans sama BTS. Lalu kapan hari aku menyadari aku bisa ketawa – tawa sendiri nonton konser lama mereka di Youtube. Taukah kalian kalo konser mereka itu selalu keren?

Kalo dipikir-pikir ya, seusia aku nonton entah konser atau video klip mereka bisa senyum – senyum sendiri dengan rasa seneng, kagum, excited jadi satu. Kemudian inget jaman remaja dulu aku juga sering banget nonton konser grup atau band kesukaan. Dan aku juga suka mengidolakan orang sejak abege mulai dari Boyzone, Glenn Fredly, dan sekarang BTS.

Lalu muncul kesimpulan, bahwa jiwa remaja kita tuh masih ada bahkan jiwa kekanakan pun juga masih ada sampai kapan pun. Terkadang muncul lewat ekspresi atau respon dari hal – hal tertentu yang disukai versi anak dari kita. Sering denger istilah inner child kan?

Dari nonton konser BTS, dengerin lagu mereka lalu ikutan joged – joged, aku sadar bahwa inner childku senang dengan hal – hal yang membuat ceria, senang menari dan menikmati sesuatu yg energized.

BTS adalah jalan ninjaku menyadari itu.

Make It Better

Barusan scroll down blog post dan tidak menemukan resolusi di tahun 2020 kwkwkw..

Oh hey, it’s already the 21st day of 2021, by the way.. Happy New Year! Telat banget malih..

I guess I won’t make a list of goals or resolution for this year, because it is still the same more or less.

Tapi jujur sejujurnya, momen pergantian tahun kemarin rasanya cukup emosional buatku.

Emosional karena rasa syukur untuk semua hal yang bisa aku lalui, aku rasain melewati tahun lalu, namun di sisi lain tetap ada perasaan insecure, mikir banyak hal, kebingungan sama diri sendiri apalagi ketika berpikir tentang pencapaian diri.

Pencapaian yang aku maksud bukan melulu tentang materi, ataupun hubungan diri kita dengan dunia luar, tetapi juga berproses dengan diri sendiri.

Duh, berat ya.. Haha!

Awal tahun ini mungkin situasi masih sama dengan tahun lalu, not yet better or worse. Jadi ya resolusi sementara ini tidak perlu yang muluk-muluk. Mimpi-mimpi masih ada, keinginan banyak tetapi berusaha menjalani hari demi hari, melakukan rutinitas maupun hal-hal yang baru dengan lebih baik, kurasa itu cukup.

MENJADI LEBIH BAIK.

Itu saja.

Berkunjung ke ArtJog 2020

Satu – satunya ekshibisi besar yang kudatangi di tengah pandemi ini.

Postingan ini dibuat supaya bisa berbagi karya – karya luar biasa yang sempat ditangkap camera HPku.

Tahun lalu adalah pertama kalinya aku mengunjungi ArtJog, sebelumnya hanyalah sebatas wacana saja. Kesan pertamaku waktu itu langsung suka, jiwa seniku bergejolak padahal punya saja tidak. Ahahaha.

Tahun ini walau di tengah pandemi, ArtJog tetap digelar. Tema yang diusung tahun ini adalah Resilience, pas banget dengan kondisi sekarang. Setelah ekshibisi berlangsung secara daring akhirnya dibuka untuk umum juga, tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Bersyukur sekali memiliki kesempatan untuk berkunjung lagi ke sana, apalagi di tengah masa ketidak pastian ini, kadang kita butuh sesuatu hal yang baru, berbeda dan menyenangkan. Semacam refreshing gitu lah!

It’s mind blowing.

Walau mungkin tak banyak instalasi yang ditampilkan seperti tahun sebelumnya, tapi tidak kalah istimewa. Apalagi karena jumlah pengunjung dibatasi setiap sesinya, sehingga lebih leluasa dan mampu memuaskan waktu menikmati tiap karya seni yang ditampilkan. Terasa lapang tanpa adanya antrian orang ingin berfoto di depan karya seperti tahun lalu.

Sederhana tapi memuaskan.

Rasanya kata yang cocok untuk menggambarkan ArtJog tahun ini.

Semoga tahun depan bisa berkunjung lagi.

Kehilangan

Jika ada hal buruk yang terjadi tahun ini, kukira hanya tentang akibat virus Covid-19 ini saja, dimana aku terpaksa harus menghentikan usaha yang baru mulai dirintis dan menunda rencana-rencana yang sudah dibuat.

Tapi ternyata tidak hanya itu.

Apa yang lebih buruk dari kehilangan bisnis atau usaha? Rejeki masih bisa dicari, membangun bisnis atau usaha masih bisa dicoba lagi. Tapi kehilangan seseorang untuk selamanya, kita bisa apa?

Tahun ini ternyata aku harus kehilangan salah seorang keluarga dekat, tante Erni, adik Mama karena stroke.

Ya, kami sangat dekat. Dia adalah sosok pengganti Mama sejak Mama berpulang 9 tahun yang lalu.

Tidak pernah mengira, suatu hari itu akan menjadi awal dari hari – hari yang berat kemudian. Ketika keluarga dekat bergantian sakit, dirawat di rumah sakit, belum lagi dengan segala permasalahan, keterbatasan dan kelelahan fisik maupun mental dan akhirnya berujung pada kehilangan.

Suatu kehilangan, bisa jadi kamu pernah mengalaminya, tetapi tidak lantas membuatmu menjadi lebih siap.

Di tahun 2020 aku harus memaknai kembali tentang kehilangan, tentang saling menguatkan dan kemudian belajar menjalani kehidupan kembali yang tak lagi sama.

We’ve been through hell, but we hung on and survived.

What’s up 2020

Ngga terasa ya akhir tahun ini udah tinggal 1,5 bulan lagi.

This year 2020 surely will never be forget.

Banyak cerita tahun ini, selain tentang pandemi Covid tentunya, kepingin rasanya ditulis di sini walaupun ngga mungkin bisa diceritain semuanya. Tapi setidaknya beberapa cerita bisa meng-hihglight tahun 2020 ini, lebih – lebih yang menyenangkan tentunya.

Baiklah, semoga aku berhasil melakukannya yaa.. :))

Let’s make time and we’ll see..

Pre-Decluttering

Akhir minggu yang lalu nampaknya aku lumayan punya lebihan waktu dan energi hingga menyempatkan diri untuk decluttering tipis-tipis. Memilah baju anakku saja sih, tidak muluk-muluk bukan?

Salah satu alasan untuk memilah baju anak lebih dulu karena memang lemarinya yang sudah tidak muat jika dimasukkan baju lagi, dan sepertinya tidak perlu banyak effort untuk permulaan melakukan decluttering. Tapi ternyata setelah dikeluarkan dari lemari, baju yang harus dipilah ternyata banyak juga, banyak yang nyempil hihi.. Dan ternyata memang banyak bajunya yang masih bagus tapi sudah tidak muat dan jarang dipakai. Untungnya untuk urusan baju anak, aku tidak perlu pusing mau ditaruh dimana baju-baju layak pakai yang sudah kekecilan itu tadi karena bisa langsung aku berikan ke keponakanku (anak kakak) yang usianya hampir 3 tahun.

Memang aku sering baca dan banyak orang yang sudah mempraktekkannya sering bilang, bahwa decluttering itu punya banyak manfaat baik secara kasat mata maupun yang tak kasat mata. Nah, kemarin setelah mengalami sendiri proses tipis-tipis itu aku akhirnya baru sadar efek yang tak kasat mata. Hahaha..

It brings JOY.

Percaya atau tidak deh.

Manfaat yang langsung terlihat kasat mata tentu saja lemari jadi lebih luang dan rapi of course, tapi efeknya kebawa ke mood dan rasanya jadi ikut lega. The art of human senses. Ternyata benar, bahwa apa yang kita lihat atau dengarkan bisa bawa pengaruh ke diri atau perasaan kita.

Buat yang baca dan udah terbiasa decluttering pasti komentar, “Kemana aja bu baru tau manfaatnya?” Hahaha.. Iya, memang aku telat taunya. Aku adalah tipikal orang yang suka menyimpan atau ngumpulin barang, apalagi jika barang itu punya makna atau kenangan sendiri. Ahhh, dulu tag merk baju saja aku koleksi.. Hihihi.. Apalagi, bekas tiket nonton, tiket pesawat, tiket konser, you name it! Hahaha.. Sekarang begitu sudah banyak barang menumpuk di rumah, dan karena semakin bertambahnya usia berbanding lurus dengan tingkat wise-nya seseorang, ciyeeee.. baru sekarang sadar banyak yang tidak ada gunanya.

Sebenarnya keinginan merapikan rumah sudah dari setahun yang lalu, karena merasa tidak seimbang antara barang yang masuk ketimbang yang keluar dari rumah, kalopun mengganti barang lebih seringnya yang bekas hanya pindah ke gudang saja yang lama kelamaan menumpuk.

Jadi, setelah merasakan sendiri efeknya, aku merasa sudah menjadi keharusan dan menambahkan lagi keniatan untuk melakukan hal pilah – memilah ini. Sudah pasti bermanfaat untuk diri kita, keluarga dan tempat tinggal kita sendiri. Aku mencoba mengibaratkan rumah juga sebagai entitas yang hidup, yang mana kalo rumah itu tampak rapi dan asri tentu akan happy dan akan berpengaruh ke makhluk hidup lain yang tinggal di dalamnya.

Dan untuk aku sendiri mencoba merefleksikannya kepada diri sendiri, bahwa segala sesuatu membutuhkan ruang. Bahwa segala sesuatu harus seimbang, banyak hal yang masuk ke diri kita apalagi di era teknologi sekarang ini terkadang membuat kepala dan perasaan jadi sesak, maka akupun harus belajar memilah dan mengeluarkannya dari diri sendiri. Nah ini perlu latihan tersendiri dong ya. Dan ternyata saat kita memilah dan memutuskan untuk menyingkirkan atau membuang sesuatu, kita sedang mempraktekkan untuk “letting go”. Bagaimana efeknya ke diri sendiri? Kalian coba sendiri aja yaaa hihihi..

Jangan lupa kasih reward untuk diri sendiri setelah melakukan itu semua yaaa, because we’ve been great for doing that..

Semangat de-cluttering!! 😀

Hey June, Don’t Make It Bad

Tidak terasa ya sudah memasuki bulan Juni, berarti sudah jalan separuh dari tahun ini. How time flies, as always. Dan bagaimana tahun ini yang bener-bener out of the box, dengan adanya pandemi.

Setelah masa-masa dimana kita para orang tua dan anak harus menjalani SFH atau sekolah di rumah aja, berjibaku dengan tugas-tugas sekolah akhirnya memasuki bulan Juni yang mana saatnya untuk apa?

Tentu saja saatnya UJIAN SEKOLAH. Hahaha..

Jadi apa kabar PAT, PAS, US atau apapun istilahnya itu, buibu? Tetap semangat yaaa..

Akupun juga mengalaminya, walau PAT sekolah anakku sudah selesai minggu lalu. Cukup menantang sih, dimulai dari persiapan sampai proses pengerjaan soalnya. Ya gimana sih, meminta anak-anak untuk belajar ujian setelah terlalu lama di rumah itu cukup susah, harus cerewet pastinya apalagi ketika banyak distraksi di rumah.

Untuk itu, demi menjaga kewarasan akupun hanya mewajibkan belajar hanya dengan latihan soal saja karena tidak bakal sanggup dan tidak bakal betah juga menyuruh anak untuk baca berlembar-lembar halaman.

Ketika pengerjaan PAT nya pun, harus sabar menunggu sampai selesai mengerjakan semua soal. Yang sedikit menantang buatku ketika mengerjakan soal ujian itu adalah menahan diri untuk memberi tahu jawaban yang benar ketika tahu anak kita menjawab dengan salah, karena saat ujian anak diminta untuk mandiri dan jujur. Pastinya orang tua ingin dong ya nilai anaknya bagus dan sempurna, tapi kembali lagi value apa yang ingin kita coba ajarkan ke anak kita. Kalo buatku paling tidak membiarkan anak punya pengalaman, dengan harapan nantinya akan mengerti. Ketika mau nilai bagus ya berarti harus belajar, ketika nilai jelek itu disebabkan karena tidak belajar. Dan ketika pun salah pun, that’s okay, karena nantinya akan tahu mana yang benar. Bahwa dunia itu tidak bisa selalu sempurna, ceilee berat amat yak..

Untuk nilai PAT pun aku juga sudah tidak terlalu memupuk harap terlalu banyak. Memang nilainya turun dari biasanya, dan sempat wonder why? Akhirnya aku sadar bahwa anakku kehilangan fungsi tatap muka dengan guru selama 3 bulan sekolah di rumah, dan tidak bisa dipungkiri ternyata berpengaruh juga ke pemahaman anak. Well, I’m not that super mom juga yang sanggup ngajarin pelajaran demi pelajaran dengan sabarnya di tengah aktifitas yang ada. Bisa mantengin anak dan sabar menunggu mereka mengerjakan PR harian saja sudah istimewa buat saya.

Untuk itu aku sudah berdamai jika nanti nilai anakku mungkin tidak maksimal, karena di situasi sekarang ini memang kita diminta untuk lebih memahami banyak hal. It’s hard time for everyone, even for my child. Bisa jadi anakku sebenarnya bosan berbulan-bulan di rumah, tapi dia tidak pernah bilang. So for that, apapun hasilnya nanti, I should be thankful to her.

Sometimes the best thing you can do is not think, not wonder, not imagine, not obsess. Just breathe, and have faith that everything will work out for the best.

Tentang Ramadan dan Lebaran

Aku bukan seorang Muslim, tetapi aku memiliki kenangan yang lekat di ingatan tentang Ramadan dan Lebaran. Mama dan Kakakku serta sebagian keluarga besarku lah yang merayakan Lebaran setiap tahunnya. Begitulah aku tumbuh dan terbiasa dengan perbedaan dan keberagaman di dalam keluarga. Hari Raya Idul Fitri dan Natal adalah hari raya kami bersama.

Sedari kecil aku mengalami dan merasakan kesan mengenai bulan puasa, tentang rutinitas sahur dan buka, kemudian mengalami rasanya mudik ke kampung halaman Mama. Setiap tahun kami selalu pulang kampung ke kota Semarang untuk merayakan Lebaran bersama keluarga Mama di rumah Eyang.

Karena itulah mengapa setiap mendengar suara adzan Maghrib di hari pertama Ramadan dan gema takbir di penghujung Ramadan selalu membawa kenangan tersendiri dan memunculkan percik rindu di hati. Bahkan ketika banyak hal telah berubah, ketika Mama pun sudah lagi tak ada. Namun beberapa kebiasaan yang sering dilakukan Mama dulu tetap kami jaga sebagai warisan, juga sebagai pengingat dan obat rindu.

Tahun ini dengan adanya pandemi keluarga kami melewatkan banyak hal. Kami terpaksa melewatkan berkunjung ke makam Mama dan leluhur, serta tidak bisa menikmati acara buka bersama keluarga dan teman-teman. Bahkan ketika Lebaran telah tiba, yang mana biasanya aku selalu bangun pagi untuk lekas beberes rumah sembari menunggu saudara-saudara pulang dari sholat Eid untuk kemudian bersiap-siap untuk acara sungkeman. Kemarin tidak ada kegaduhan ketika hendak sholat Eid dan tidak ada keluarga yang datang setelahnya. Aku hanya menghabiskan separuh hariku di dapur, memasak.

Sudut di ruang tamu biasa keluarga berkumpul tampak sepi di pagi itu

Kami tak mengharap banyak hari itu, sampai malam menjelang keluarga inti dari Mama datang ke rumah. Tidak ada acara spesial hari itu, kami pun hanya berpakaian kasual dan hanya menghidangkan makanan seadanya hasil memasak siang tadi. Keluarga kami datang hanya untuk sekedar “sungkem’, kebiasaan yang selalu dilakukan setiap kali Lebaran. Lebih tepatnya kami tetap menyempatkan bertatap muka dan saling memaafkan satu sama lain, itu yang terpenting.

Aku merasa sangat bersyukur malam itu karena tiba-tiba rumah terasa hangat dengan kehadiran keluarga dengan acara yang sederhana saja. Tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama, apalagi di masa sekarang ini. Tapi aku berharap semua orang tetap bisa memiliki momen saling bermaaf – maafan dan bersilahturami apapun caranya.

Hari itu aku belajar lagi tentang memaknai segala sesuatu dengan cara yang sederhana saja, kemudian mensyukurinya. Hal yang kecil dan sederhana ternyata bisa bermakna besar. Dan setelah aku berpikir ulang kembali, ketika banyak momen hilang di bulan puasa kemarin justru hadir hal lain yang untukku pribadi lebih terasa dari waktu sebelum – sebelumnya, yaitu rasa ingin berbagi. Dan bagaimana hasil dari berbagi itu, mampu mengisi kekosongan diri yang mungkin hadir di tengah ketidakpastian. Mungkin aku menjadi lebih merasa beruntung, atau mungkin aku lebih merasa senang karena bisa bermanfaat untuk orang lain. Untuk itu aku harus bersyukur, karena masih dicukupkan di situasi sekarang ini dan atas makna pembelajaran rasa baru kali ini.

Mulai Bercerita Lagi

Sebuah insight yang sangat mengena setelah mengikuti kelas Penceritaan bersama mbak Windy Ariestanty selama kurang lebih 2,5 jam di hari Minggu lalu.

Tidak perlu menunggu hal-hal besar untuk memulai sebuah cerita.

Semoga blog ini bisa kembali lebih hidup yaa hahahaha.. *menyemangatidirisendiri